Minggu, 14 Agustus 2011

PUISI

Oleh : Fitri Rahayu

SEKAM

Ada sekam dalam hatiku

Sekam itu bernama cemburu

Nafasku kian memburu

Panas dan sesak berhembus tak menentu

Sekam itu berasal dari cinta

Cinta yang awalnya teramat menggoda

Lamat – lamat kurasa dalan jiwa

Namun, sekam itu kian membara

Kau yang menyulut api dalam sekam

Dalam keraguan yang terus menikam

Hingga malam kian mencekam

Kecemburuan ini kan tetap jadi sekam

Kalau saja sekam itu tak kau tanam

Tak mungkin aku terjaga sepanjang malam

Bukannya segera kau siram

Malah terus kau sulut dan tak kunjung padam

Sirnagalih, 22.10 WIB. 12 Juni 2011

Teruntuk yang selalu membuatku cemburu

MUKADIMAH

Kumukadimahi dengan senyummu

Ah..itu cukup untuk membuatku menggigil

Bukan itu, tepatnya aku sangat menggigil

Dan aku tak beranjak dalam gigil yang meluluh

Lalu sorot matamu melelehkanku

Entah keajaiban mana yang membuatnya begitu indah dan teduh

Kuhirup udara dalam – dalam

Kurasakan nafas surga melewati kerongkonganku

Harum dan masygul tiada tara

Kini aku berada jauh dalam hatimu

Aku terkesiap, ada sebongkah cinta disana

Kumasuki lebih dalam ke urat nadimu

Kutemukan sepotong rindu

Kemudian, aku berlindung diantara kekar lenganmu

Bersandar manja di dinding bahumu

Merasakan hentakan denyut jantungmu

Cukuplah sudah, kuakhiri saja dalam pelukmu

Sirnagalih, 05.20 WIB. 13 Juni 2011

Teruntuk seseorang yang selalu kurindu.

DIA BERBISIK DENGAN TUHAN

Aku mendengar dia berbisik dengan Tuhannya

Di penghujung malam yang mulai menua

Lirih dan parau nyanyiannya di malam itu

Kulihat tangannya menengadah ke langit

Entah meminta apa, aku samar mendengarnya

Aku semakin mendekat

Jarak antar degup jantungku semakin rapat

Teralun lembut dalam bisikannya

Menyebut namaku

Dia berbisik dengan Tuhannya

Dipenghujung malam yang telah menua

Dia Ibuku, yang menengadahkan tangan ke langit

Meminta pada Tuhannya

Mendo'akanka selulu dalam Rahmat-Nya

Sirnagalih, 02.35 WIB. 20 Mei 2011.

Teruntuk Ibuku tercinta.

LULUH

Sesungguhnya aku sangat gelisah

Rinduku luluh runtuh

Kujelajahi pesona resah

Cintaku rubuh jatuh

Dari hati, 23.45 WIB.18 Juli 2011


SI KAYA DAN SI MISKIN

Si miskin berteriak kelaparan

Menuntut di berikan sandaran

Sombong memang, berteriak kelaparan

Memangku nasib menunggu diberi kelancaran

Si kaya berpaling geram

Menggerutu di tengah temaram

Menjejali hati dengan sekam

Menyiapkan lidah siap menikam

Si miskin yang sombong

Tak tahu arah bagai kecebong

Si kaya yang beradab

Menjelma jadi biadab

Si miskin berteriak

Si kaya menolak

Si miskin malas

Si kaya culas

Kamar hati, 07.50 WIB. 20 Juli 2011

Bagai Mengukir di Atas Batu

Oleh : Fitri Rahayu

Pahlawan tanpa tanda jasa. Ungkapan itu tak lagi asing di telinga kita. Siapa lagi kalau bukan guru yang berhak menyandangnya? Tentu kita menyadari betul jasa seorang guru. Dari mulai kita duduk di bangku taman kanak – kanak, hingga duduk di bangku kuliah, yang kemudian berubah nama menjadi dosen. Namun, seringkali kita tidak menyadari jasa –jasa beliau. Bahkan di Negara kita tercinta ini. Sungguh miris melihat nasib para guru di negri ini. Telah menjadi rahasia umum bahwa gaji seorang guru, apalagi guru honorer itu jauh dari upah minimum regional (UMR). Bagaimana negri ini mau maju, jika masih memarjinalkan para pendidik. Bukankah para pejabat di Senayan sana, bahkan presiden tak akan menjadi secerdas itu tanpa tangan dingin seorang guru. Sungguh miris jika kita membahasnya lebih lanjut.

Pada kenyataannya, memang ada beberapa oknum pendidik yang melakukan perbuatan yang membuat kita bergidik. Seperti sudah lumrah di beritakan di media Koran maupun televisi. Sebenarnya tak pantas untuk dikatakan. Tapi ini kenyataan. Ada oknum guru yang melakukan kekerasan fisik terhadap siswanya. Ada pula yang menilep uang tabungan siswa. Hingga yang lebih parah, ada oknum guru yang tega mencabuli siswanya. Naudzubillahimindzalik. Tapi lupakanlah. Kasus –kasus itu hanya mencoreng citra guru yang sebenarnya. Para guru yang berhati mulia masih sangat banyak. So, don’t worry.

Menjadi seorang guru yang berkualitas memang berat. Selain harus menempuh pendidikan selama kurang lebih lima tahun dibangku kuliah, seorang guru pun harus mempunyai inner power. Tak mudah menangani banyak siswa yang tentunya berbeda – beda. Ya… kalau cuma mengajar mata pelajaran sih, gampang. Tapi lebih daripada itu, seorang guru harus punya ekstra kesabaran untuk menghadapi siswanya. Seorang guru juga harus senantiasa menjaga citra dirinya di mata masyarakat. Karena mau tidak mau, seorang guru itu, menjadi panutan di masyarakat. Meskipun dengan gaji yang tak seberapa jika dibandingkan dengan pekerja yang bergaji UMR. Seorang guru harus selalu bersemangat menebarkan ilmu. Seribet itukah? Ya, memang begitulah.

Meskipun demikian, langkahku tak akan pernah surut. Aku ingin menjadi seorang guru yang berkualitas. Kenapa? Tentu tak ada banyangan gaji besar dihadapanku. Hanya kekagumanku kepada seorang guru yang membuatku bertekad untuk mengikuti jejaknya.

***

Rancamanyar, 2003

Sudah satu bulan lamanya aku absen sekolah. Bukan karena aku tak mau pergi kesana. Bukan pula karena sakit yang melanda. Tapi aku tak punya ongkos untuk pergi ke sekolah. Jarak antara rumah dan sekolahku lumayan jauh. Aku harus berjalan kaki sejauh dua kilometer, melewati pesawahan untuk sampai ke jalan raya. Setelah itu aku sambung dengan menumpang keor, sejenis kendaraan umum yang jika penumpang mau berhenti harus mengetok kaca dibelakang supir. Ongkosnya, Rp. 1500,. Butuh 25 menit untuk sampai ke terminal. Selesai dengan keor, aku harus naik angkot sekitar 15 menit, seribu lagi harus ku keluarkan. Jika dijumlahkan, butuh kira – kira satu jam untuk sampai di SMPN 1 Baleendah. Dengan menghabiskan ongkos pulang – pergi, RP. 5000. Cukup berat untuk kondisiku sekarang.

Kenapa aku mau bersekolah sejauh itu? Jawabanya karena SMPN 1 Baleendah adalah sekolah favorit. Tak sembarang siswa bisa diterima masuk kesana. Selain butuh biaya yang tak sedikit, setiap siswa yang ingin sekolah disana harus melalui tahapan testing yang sangat ketat. Alhamdulilah, aku berhasil lulus testing dengan mudah. Aku berhasil menembus peringkat ke – 97 dari 450 siswa yang berhasil lulus test. Dan setidaknya, aku telah melewati sekitar 1500 pendaftar. Orang tua mana yang tidak merasa bangga mengetahui anaknya berhasil masuk sekolah favorit. Begitupun dengan orangtuaku. Meskipun mereka harus mengeluarkan biaya lebih.

Tetapi, hari ini miris rasanya. Aku tak bisa pergi ke sekolah karena tak punya ongkos. Orangtuaku sudah tak mampu lagi membekali aku uang saku. Jangankan untuk ongkos atau membayar SPP, untuk makan saja kami kekurangan. Usaha orang tuaku mengalami kebangkrutan. Ya, begitulah resiko seorang wirausahawan. Mereka kekurangan modal untuk menombok barang dagangan. Sebagai penjual sembako, banyak pelanggan yang ngutang. Hingga terjadi ketidak seimbangan antara pengeluaran dan pendapatan. Dan itu berdampak besar pada kondisi keuangan keluarga kami.

Untuk menutupi ketidakhadiranku di sekolah, aku menulis surat keterangan sakit. Yang ditulis olehku sendiri, dan juga memalsukan tandatangan bapakku. Semua itu kulakukan terpaksa. Hanya itu yang bias kulakukan untuk membuat aku tidak di coret dari daftar nama siswa SMPN 1 BE. Aku tidak mau menyusahkan orangtuaku dengan memikirkan biaya sekolah. Karena aku tahu persis apa yang mereka pikirkan saat ini. Yaitu, bagaimana kami sekeluarga bisa makan.

Satu bulan lamanya aku tak hadir di sekolah. Sudah tentu akan menjadi pertanyaan untuk teman – temanku. Apalagi bagian kesiswaan. Jangankan tidak hadir selama berminggu – minggu, sehari saja absen, bias di interogasi habis – habisan oleh bagian kesiswaan. Ya, memang begitulah peraturannya. Kenapa tidak ada temanku yang menengokku, padahal mereka tahunya aku sakit? Itu juga aku syukuri, karena tak ada temanku yang mengetahui letak rumahku. Maklum, rumahku agak jauh dari peradaban. Itu merupakan sebuah keuntungan buatku, karena jika mereka tahu alasanku absen sebulan ini, mereka pasti sudah datang menengok. Dan aku hanya bisa berharap ada keajaiban. Berharap ada uluran tangan Tuhan. Berharap aku bisa terus sekolah.

Sore yang cerah. Seperti biasanya aku mengurusi tanaman dipekarangan rumahku. Hanya mereka yang bisa menghiburku. Mawar, Bunga sepatu, dan tanaman lainnya. Mereka menjadi penghiburku. Bersama mereka, sejenak aku bisa melupakan perih dihati karena ingin sekolah. Dan hanya mereka barang berharga dirumah. Karena barang- barang berharga dirumah sudah habis dijual. Semuanya hanya untuk bertahan hidup.

Kurapikan rumput – rumput liar yang mulai meninggi. Ketika sedang asyik – asyiknya berkebun, tiba – tiba ada suara menyapaku.

“Fit, kamu baik-baik saja?”

Aku mendongak kaget. Nita, Resti, dan Bu Nunung telah ada dihadapanku. Aku langsung menyalami mereka.

“Alhamdulilah fit baik,” Dengan gemetar aku menjawab. Lalu aku mempersilahkan mereka masuk. Akupun memenggil mamaku.

“Maaf, Bu, saya wali kelasnya fitri,” Bu Nunung memperkenalkan diri.

“O..iya, Bu, saya mamanya fitri,” Balas mama memperkenalkan diri.

“Begini, Bu. Kami mengkhawatirkan Fitri. Sudah sebulan ini absen. Kami hanya menerima surat keterangan sakit,” Bu Nunung melirik padaku.

“Maaf, Bu. Sebenarnya Fitri tidak sakit,” Jawab mama. Nita dan Resti menatapku sinis.

“Lantas, apa alasannya, Bu, hingga fitri absen sebulan ini?”

“ Maaf, Bu. Tapi sepertinya saya sudah tidak sanggu lagi membiayai sekolah Fitri,” Jawab mama. Lemas. Bu Nunung berpikir dalam diam. Nita dan Resti berbisik- bisik tak jelas. Sedangkan aku hanya tertunduk lesu.

“Kamu masih ingin sekolah, Fit?” Bu Nunung memecah keheningan.

“I..iya, Bu.”

“Bagus.” Sebuah senyum tersunging dari bibir Bu Nunung.

“Maksud Ibu, bagaimana?” Tanya mamaku. Tak mengerti.

“Begini, Bu. Jika Fitri masih mau sekolah, biarkanlah dia sekolah. Mengenai biaya sekolah, janagn terlalu dipikirkan.”

“Bukan hanya itu, Bu. Kami juga tak mampu membekali Fitri ongkos untuk berangkat ke sekolah,” Mamaku mempertegas masalah. Bu Nunung mengeluarkan dompet. Dan mengambil dua lembar uang lima puluh ribuan.

“Ini untung ongkosmu. Ibu rasa ini cukup untuk seminggu,” Bu Nunung menyodorkannya padaku.

“Terima kasih, Bu.” Aku menerimanya dengan gembira.

“Mulai besok kamu sekolah ya, Fit! Ibu tunggu.”

“Lalu bagaimana dengan biaya selanjunya, Bu?” Tanya mamaku. Cemas.

“Kita pikirkan nanti. Ibu tidak perlu khawatir,” Sorot mata Bu Nunung memancarkan optimisme.

“Sekali lagi terima kasih, Bu.”

“Oke, tapi kamu harus membalasnya, Fit.”

“ Maksud Ibu?”

“Mulai sekarang, belajarlah lebih rajin. Pertahankan prestasimu dikelas!”

“Insya Allah, Bu. Fitri akan berusaha.”

“Baiklah. Kami pamit dulu, sudah sore,” Bu Nunung menyalami aku dan mama. Resti dan Nita hanya berlalu dingin. Entahlah aku tak tahu kenapa.

***

Pagi ini terasa masygul. Setidaknya untukku yang sedang riang. Aku menyusuri setiap jalan dengan penghayatan penuh. Debu dan asap knalpot kendaraan bermotor, kunikmati saja sebagai limpahan alam. Hari ini aku kembali ke sekolah. Dalam bayanganku, teman – temanku akan menyambut riang. Ah, langkahku semakin rapat.

Setibanya di gerbang sekolah, aku merasa agak canggung. Maklum, sudah sebulan ini aku absen. Aku berpapasan dengan beberapa teman sekelasku. Ah, mungkin mereka sedang sibuk, sehingga tak sempat menyapaku. Kelas XII i. aku memasuki kelasku. Aku tak menyangka, tak ada sambutan sama sekali. Teman – temanku hanya menatapku dingin. Bahkan Nita dan Resti, kebanyakan dari mereka hanya berbisik – bisik. Entah apa yang mereka bisikan. Hanya Citra yang menanyakan kabarku dan mau menyapaku. Begitupun dengan guru – guruku, mereka tak menanyakan kabarku sama sekali. Bahkan ada yang menyangka aku adalah murid baru. Batinku perih. Ternyata selama ini tak ada yang menganggapku ada. Lalu, kenapa sebelumnya aku bisa berteman akrab dengan mereka? Oh..rupanya aku tahu alasan sebenarnya. Teman – temanku yang rata – rata anak orang berada itu, malu berkawan denganku yang adalah anak orang tak punya. Aku terima saja kenyataan ini. Meskipun hari – hariku setelah ini akan terasa berat tanpa teman.

Ruang Tata Usaha. Dengan gelisah aku duduk di belekang meja TU.

“Fitri Rahayu kelas tujuh I,” Jawabku ketika ditanya identitas oleh petugas TU.

“Ini kartu SPP-mu,” Petugas TU menyodorkan selembar kartu berwarna biru.

“Terima kasih, Pak.” Aku berlalu keluar ruangan. Petugas TU hanya menyungingkan senyum tanpa menjawab. Mataku tertuju pada kartu berwarna biru di genggamanku. Kolom – kolom yang ada disana telah terisi oleh bubuhan cap dan tandatangan. Aku terkesiap, ternyata SPP-ku selama satu semester telas lunas. Tentu aku tahu siapa yang membayarnya. Bu Nunung. Ah, sungguh baik. Beliau rela membayar SPP-ku selama satu semester penuh. Kulihat lebih teliti ke daftar siswa yang tidak mampu. Tak ada namaku disana. Dan tak ada lagi lowongan untuk mengajukan diri. Karena aku terdaftar sebagai siswi yang berasal dari keluarga yang tergolong mampu. Jadi tak ada keringanan biaya untukku. Berarti Bu Nunung yang membayarnya secara pribadi. Huh.. batinku terasa lega, setidaknya kini aku bisa terus sekolah.

Ternyata masalahku belum tuntas sampai disini. Satu bulan lamanya aku absen. Itu artinya, aku ketinggalan banyak pelajaran. Guru –guruku membebankan tugas – tugas padaku. Dari mulai soal, makalah, hingga mengisi LKS yang bahkan tak satupun LKS yang aku punya. Lembar kerja siswa itu terlalu mahal untukku. Rp. 6000,./LKS x 15 pelajaran = Rp. 90.000,. tentu ini berat untuku. Alhasil, aku diharuskan menyalin semua isi LKS yang dipinjamkan oleh Citra. Hanya Bu Nunung yang mau memberikan keringanan. Beliau tak mengharuskan aku menyalin LKS. Dan lebih daripada itu, beliau juga memberiku uang saku setiap minggunya untuk ongkos ke sekolah. Semakin kagum aku padanya. Beliau sudah kuanggap seperti malaikat utusan Tuhan, yang mengulurkan tangannya untukku. Matematika. So hard to me. Aku tidak suka Matematika. Meskipun demikian, ketika belajar bersama Bu Nunung, entah kenapa semangatku berkobar. Aku masih ingat pesan beliau, “Balaslah segala kebaikan Ibu dengan rajin belajar.”

Satu semester pun berlalu. Tak terasa hari – hari berat berhasil ku lewati. Keadaan ekonomi keluargaku berangsur membaik. Usaha bapakku mulai merangkak maju. Kini, aku bisa mendapatkan uang saku lagi. Hari ini adalah hari pembagian rapor. Hari penentuan apakah aku naik kelas XIII atau harus tinggal di kelas XII. Mamaku datang unutuk mengambil rapor. Ia menatapku bangga. Setelah perjuangan yang berat selama satu semester ini, akhirnya aku bisa naik kelas. Walaupun nilai – nilaiku merosot turun. Tapi aku tetap bersyukur atas hasil yang kudapat. Aku menyalami Bu Nunung dan mengucapkan terima kasih. Beliau membalas dengan senyuman,”Selamat berlibur, Nak. Semoga liburanmu menyenangkan.”

***

Baleendah, 2011

Hari ini ujian test Linguistik yang menjemukan. Semua teman sekelasku mengeluh tentang mata kuliah yang satu ini. Begitupun denganku. Namun, setiap semangatku kendor, aku kembali mengingat ke delapan tahun yang lalu. Disaat aku hampir tak bisa melanjutkan pendidikanku. Nikmat mana lagi yang aku dustakan. Kini aku tengah duduk di bangku kuliah yang diimpi – impikan banyak orang. Huh…masa, test begini saja aku sudah menyerah. Pikiranku menerawang. Ada wajah Bu Nunung membayang. Kalau bukan karena uluran tangan Tuhan melalui beliau, mungkin aku tak akan berada disini sekarang. Tak akan berstatus sebagai seorang mahasiswa. Meskipun, sejak aku lulus SMP aku tak pernah bertatap muka lagi dengan beliau, tapi Bu Nunung kan tetap ada dalam semangatku.

Jasa – jasanya bagai terukir diatas batu yang tak mudah terhapus. Aku ingin seperti Bu Nunung. Menjadi seorang guru yang tidak hanya mengajar dengan ilmunya. Tetapi menjadi seorang guru yang juga mengajarkan tentang apa arti kemanusiaan, ketabahan, dan kerja keras. Tapi maaf, Bu. Fitri tak bisa menjadi seorang guru matematika seperti ibu. Karena sampai saat ini Fit masih tak suka dengan pelajaran yang satu ini. Hehe

Terima kasihku kuucapkan

Pada guruku yang tulus

Salam takzim dari anakmu.

Sirnagalih, 19 Juni 2011

Cerita Mini (flash fiction): LOWONGAN KERJA

LOWONGAN KERJA

Oleh : Fitri Rahayu

Ino terlihat lesu. Kemeja terbaiknya terlihat lusuh dan muram. Dilipatan tubuhnya tercetak bekas keringat yang jelas-jelas menyiratkankelelahan luar biasa.

“Lu, dapet kerjaannya, No?” Seru Arga sembari matanya tetap menatap layar komputer.

“Belum, Ar.” Ino menghempaskan tubuhnya ke kasur lepek disudut kamar kost.

“ IPK-mu kurang, No?”

“Lu, kan tau IPK- gue diatas rata-rata.”

“Lalu?lu, kurang menarik? Atau kurang berpengalaman?”

“Sialan lu, penampilan gue kurang menarik gimana?” Teriak Ino sambil mengangkat bahunya. Menampilkan badannya yang tegap.

“Sudah berapa perusahaan yang lu datengin?”

“Puluhan, tapi hasilnya nihil.”Ratap Ino. Menerawang.

“Ehmm…lu sih, coba kalo nurut nasehat si Koya, dia kan nyaranin lu ke dukun.” Tungkas Arga. Dingin.

“Ah…lu, lihat hasil si Koya itu, dia cuma jadi loper magazine por**.”

“Hahaha…lumayan sob. Daripada luntang-lantung kaya lu.” Jawab Arga. Puas.

“Ehmm…gue ga ngerti apa sih yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan itu?” Tanya Ino. Frustasi.

“Nih, gue punya pencerahan buat lu..” Arga melemparkan selembar kertas pada Ino.

LOWONGAN KERJA

DICARI karyawan tetap untuk perusahaan PT. Ingin Maju Terus

Syarat dan Ketentuan :

1. Umur , sudah baliq, sudah tua juga boleh asal masih ada nyawanya

2. Pendidikan, asal bisa baca tulis dan berhitung (calistung)

3. Tidak perlu berpengalaman

4. Penampilan harus meyakinkan walau muka pas-pasan

5. Berdomisili di sekitar perusahaan atau boleh juga jauh tapi ongkos transport di tangung sendiri

6. Harus ada hubungan kekerabatan dengan pemilik perusahaan atau kalau tidak, anda boleh membayar 25 juta,dijamin sudah bisa jadi menejerrrr..

Tempat terbatas dan Lamaran beserta CV bisa di lampirkan dengan amplop tertutup, lebih bagus lagi jika di dalam amplop ada uang persenannya.

“Sialan..@#%^*&+!!

Untuk teman- temanku yang sedang mencari kerja..SEMANGAT TERUS..haha

Kisah ini hanya fiktif belaka. Jika ada nama atau tempat yang sama, jangan tersinggung.: )

Magnificent Monument to Commemorate The Historic Event

Tuesday, June 12, 2011

Our first visit to one of the most famous monuments in the city of Bandung, Bandung Lautan api is a monument located in Tegalega, Bandung city. Who does not know Bandung Lautan api Monument in Tegallega? But do you know the initiator of the monument?

He is Sunaryo, a man who was born in Banyumas on May 15, 1943.

Monument Bandung Ocean of Fire, is a monument that became landmarks of Bandung. This monument is 45 meters tall, has a side by 9 field.This monument was built to commemorate the events of Bandung Ocean of Fire, the scorched earth where there is a South Bandung, led by Mohammad Toha.

This monument is located in the middle of town that is located in the Field Tegallega. This monument is one of the most famous monuments in Bandung.This monument became the center of attention every year on March 23 commemorate Bandung Ocean of Fire. Our memories flashed to events 65 years ago, when the city of Bandung into a sea of fire.

Ultimatum to Army of the Republic of Indonesia (TRI) to leave the city and the people, politics gave birth to "bumihangus". People are not willing to Bandung exploited by the enemy. They fled to the south along with the fighters. Decision to be taken by consensus Bandung burned the Union Assembly Priangan Struggle in the presence of all the power struggles, on March 24, 1946.

Colonel Abdul Haris Nasution as the Commander of the Third Division, announced the results of the deliberation and ordered people to leave the city of Bandung. That same day, the group running the length of the population left the city Bandung.

Bandung deliberately burned by the TRI and the people with the intention that the Allies can not use it anymore. Here and there, billowing black smoke rising high in the air. All the power was off. England began to attack so fierce fighting occurred. Battle of the most exciting happening in the Village Dayeuhkolot, south of Bandung, where there is a large munitions factory owned by Allied. TRI intends to destroy the ammunition dump. For that comanded

youth Muhammad Toha and Ramdan. The boys managed to blow up the warehouse with hand grenades.

Large warehouse exploded and burned, but the two young men were burned in it. Bandung city administration staff initially will remain in the city, but for the sake of safety then at 21:00 was also out of town. Since then, approximately at 24.00 South Bandung has been empty of inhabitants and TRI. But the fire still burning city rising. And Bandung was transformed into a sea of fire.

Bandung scorched earth is the right thing, because the strength of TRI and the people will not be able to resist a powerful enemy. Next TRI with the people to fight the guerrillas from outside Bandung. This event gave birth to the song "Halo-Halo Bandung" which excited the people of Indonesia burning power struggle.

Bandung Ocean of Fire became a popular term after the arson incident. Many wonder where the term originated. AH Nasution Large recalled during a meeting in Regentsweg (now Jalan Dewi Sartika), after returning from his meeting with Sjahrir in Jakarta, to decide what action will be made to the city of Bandung after receiving the British ultimatum.

Bandung Ocean of Fire The term appears in the daily Suara Merdeka dated March 26, 1946. A young journalist at that time, namely Atje Bastaman, witnessed the burning of Bandung from the view of the hills around Mount leutik Pameungpeuk, Garut. From the top it Atje Bastaman see Bandung are flushed from the Cicadas to Cimindi.

After arriving in Tasikmalaya, Atje Bastaman eagerly and immediately wrote a story entitled Bandoeng Thus Laoetan Fire. But due to lack of space for writing the title, the title was shortened by the news Bandoeng Laoetan Fire.

This monument made us astonished, how extraordinary our heroes fighting for the city of Bandung is. then it is fitting as the younger generation, we maintain and take pride in this beloved city of Bandung.

VISIT TO IT TELKOM FEEL LIKE IN 'OWN HOUSE'

TELKOM INSTITUTE OF TECHNOLOGY (IT TELKOM)

Tuesday, 12 July 2011

Our first impression through the gates of the campus IT Telkom is a clean, spacious, and comfortable. as a visitor, we felt like 'home'. The atmosphere is so academic, attached to the appearance of students. unlike most other campuses, students there wear white, navy blue. we went about observing every corner of the campus, as well as find information on the information. based on the info available at the information we know about the facilities and advantages of this campus.

Institut Teknologi Telkom (Telkom IT) - formerly named STT Telkom - is the first institution in Indonesia specializing in the field study program "Information and Communications Technologies (ICT). IT Telkom is projected to prepare experts in the field of ICT, skilled and insightful businesses, in response to the demands of the development of the ICT industry which is so rapid.

LEARNING SYSTEM

Educational programs in IT Telkom is designed to produce graduates who are able to jump and quickly adapt in the ICT industry sector, because since the beginning of IT Telkom has implemented a pattern Link and Matc. The pattern is realized in the Intensive Learning system (face to face, responsiveness & practicum) combined with field work in the form of rehearsal and Internship program (Co-op).

PROGRAM OF STUDY

Faculty of Electrical and Communications

1.Program S1 Telecommunication Engineering Studies

S1 2.Program Studies Computer Engineering

3.Program S1 Electrical Engineering Studies

4.Program D3 Telecommunication Engineering Studies

Faculty of Industrial Engineering

1.Program S1 Industrial Engineering Studies

2.Program S1 Study Information System

Faculty of Informatics

S1 Study 1.Program Information Engineering

2.Program D3 Engineering Informatics study

Faculty of Science

1. S1 Study Program Computational Science

2.Program S1 Engineering Physics Studies

Graduate Faculty

1. S2 Study Program Electrical Engineering - Telecommunications

2. S2 Information Engineering Study Program

FACILITIES

As the Universities in the field of Engineering, the learning process also takes place in the laboratory. Currently, IT Telkom has 44 laboratories spread over four (4) faculty; Electro and Communications, Industrial Engineering, Information Technology and Science.

Academic Facilities.

• Lecture Room: equipped with a Multimedia Projector.

• Library (http://www.ittelkom.ac.id/library) with facilities and types of services:

1. Services lending collection of books, academic support, in Science, Telecommunications Engineering, Industrial Engineering and Management, and Information Engineering

2. Reference and Periodical Service, Service Audio Visual Services, VCD / ROM and Computer

3. Journal services online: ProQuest and EBSCO

• Infocom Career Development Center

• Boarding: This facility is provided primarily for new students. Girls dormitory with a capacity of 243 people ready for habitation conditions.

• Multimedia Access: Hotspot / Global Access to the radius range of 2 km, Book, E-Learning.

MAIN SERVICES

To enhance and customize the competence and skills of students and alumni of the Telkom IT student will receive services such as:

• Got Potential Psychological Assessment services Individuals: Free

• Following the test to obtain a certificate Classic Proficiency Test (EprT): Free

• Getting an English course: Free

• Have a certified Skills Training International in the field of ICT.

SUPPORTING FACILITIES

Post Office, Worship Facilities, Sports and Arts Facilities, Student Cooperatives, Banks & ATMs, Diner, Public Telecommunications, Center for Student Activities and Official Software Based on Microsoft Campus Agreement.

MARKETING INFORMATION ITTELKOM

Campus IT Telkom

Jl. Telecommunications, Canal Buah Batu, Bandung 40257

Tel. 022-7564500, 7564108 (hunting)

Fax. 022-7562721

Website http / / www.ittelkom.ac.id

CONTACT PERSONPart of Marketing and Admissions IT Telkom

Maya Setiawati Tel. 022-76120996, Hp. 08122349609, email maya@ittelkom.ac.id

For those of you who are interested to develop your career, IT Telkom is a promising option.